PENGGUNAAN PR YANG EFEKTIF
Agar
PR efektif sebagai alat belajar, ia perlu mengikuti sejumlah prinsip.
Prinsip yang pertama, yang berlawanan dengan yang banyak dipraktikkan di
kelas saat ini, adalah tidak menggunakan PR sebagai hukuman.
Menggunakan PR sebagai hukuman akan membuat siswa membenci PR, dan PR
tidak dilihat sebagai sebuah kegiatan belajar. Siswa akan mendapat kesan
bahwa guru tidak menilai PR sebagai alat belajar, dan akan berusaha
menyelesaikannya secepat mungkin dan dengan sikap acuh tak acuh. Sebagai
cara untuk memotivasi siswa atau menambah jam belajar di luar sekolah,
praktik semacam ini jelas dapat merugikan (Cooper, 1989).
Bahwa guru
menganggap serius PR ditandai oleh siswa dengan melihat apakah gurunya
memberikan feedback (umpan balik) terhadap PR yang telah atau tidak
mereka kerjakan. PR seharusnya diberi nilai dan dikembalikan kepada
siswa sesegera mungkin. PR mestinya selalu dikoreksi dengan baik, karena
PR yang tidak dikoreksi dengan baik akan memberikan kesan kepada siswa
bahwa yang penting adalah menyelesaikan tugasnya, tidak peduli bagaimana
caranya. Ini jelas tidak mendorong mereka untuk berusaha menghasilkan
pekerjaan yang benar dan berkualitas, dan oleh karenya tidak akan
membantu belajar mereka. Salah satu cara untuk menghemat waktu untuk
menilai PR adalah dengan meminta siswa mengoreksi PR kawannya. Karena
siswa biasanya diminta menyelesaikan PR dalam batas waktu tertentu.,
maka memberi nilai dan mengembalikan PR dengan cepat akan memberikan
contoh yang baik dan tidak memberikan kesan kepada siswa bahwa untuk
guru dan siswa berlaku aturan yang berbeda. Salah satu temuan dari
tinjauan Cooper (1989) adalah bahwa PR yang diperiksa memiliki
kontribusi yang lebih besar terhadap prestasi siswa dibanding PR yang
tidak diperiksa.Ornstein (1994) mengatakan bahwa lebih baik memberikan
PR dalam jumlah lebih sedikit tapi mengoreksinya dari pada memberikan
lebih banyak PR tetapi tidak pernah dikoreksi. Cooper (1989) berpendapat
bahwa umpan balik terhadap PR seharusnya berisi umpan balik
instruksional dari pada nilai semata-mata. Ini disebabkan karena dengan
hanya memberi nilai pada PR dapat membuat siswa kehilangan motivasi
intrinsik untuk mengerjakan PRya dan membuat mereka mengerjakannya hanya
karena takut mendapat nilai buruk.PR yang dikoreksi juga memberikan
umpan balik yang membantu guru tentang kemajuan siswa dalam mata
pelajaran yang dimaksud. Salah satu cara meningkatkan kegunaan PR
sebagai alat umpan balik bagi guru adalah dengan menetapkan sebelumnya
berapa lama ia berharap agar PR itu akan diselesaikan. Siswa kemudian
dapat diminta menulis di dalam lembar PR, berapa lama waktu yang mereka
gunakan untuk menyelesaikan setiap PR. Bila waktunya terlalu panjang,
ini dapat menjdai indikasi bahwa siswa itu mengalami kesulitan dalam
memahami topik tertentu.
Agar efektif, PR mestinya diintegrasikan
dengan pelajaran atau topik yang dikaji. Salah satu cara untuk itu
adalah dengan mereviu PR pada awal pelajaran. Bila dikerjakan secara
rutin, ini akan memastikan bahwa PR dilihat sebagai bagian integral
pelajaran dan mungkin juga merupakan cara yang baik untuk menghubungkan
pelajaran sebelumnya dengan pelajaran yang saat ini diberikan.
Meskipun
mempraktikkan berbagai ketrampilan selama mengerjakan PR mungkin perlu,
penelitian menunjukkan bahwa PR paling efektif bila menguatkan ide-ide
utama kurikulum (Black, 1997). PR mestinya bersifat menantang, tetapi
siswa mestinya mampu menyelesaikannya dengan sukses. PR tidak boleh
menimbulkan kebingungan atau frustasi. Menuruit Cooper, hampir semua
siswa mestinya mampu mengerjakan PRnya dengan sukses, sehingga PR tidak
untuk digunakan sebagai cara untuk menguji siswa. Salah satu cara untuk
mencapai hal ini, yang juga dapat membantu mengatasi beberapa masalah
yang terlibat dalam mengajar siswa yang heterogen, adalah dengan
mengindividualisasikan PR, disesuaikan dengan tingkat kemampuan
masing-masing siswa di dalam mata pelajaran tersebut.
Salah satu cara
untuk membuat PR lebih relevan dengan siswa adalah dengan menghubungkan
antara apa yang telah mereka pelajari di kelas dengan kehidupan
sehari-hari mereka, misalnya dengan memanfaatkan TV guides untuk
membantu mereka belajar tentang waktu, dengan mengukur kamar mereka dan
memperkirakan berapa banyak cat yang dibutuhkan uuntuk mencat kamarnya
dan berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk itu, atau dengan
mewawancarai anggota keluarganya untuk belajar tentang sejarah lokal
atau kebiasaan penggunaan media. Mempersiapkan topik-topik baru dengan
meminta siswa membawa bahan-bahan yang telah mereka kumpulkan, misalnya
macam-macam daun untuk pelajaran biologi, juga dapat membantu mencapai
tujuan ini. Meneliti sesuatu di internet juga dapat menjadi tugas yang
berguna dan sekaligus menyenangkan, meskipun sekolah perlu menyediakan
fasilitas untuk siswa yang tidak memiliki komputer atau akses internet
di rumah. Terlepas dari upaya meningkatkan relevansi PR, penggunaan
pengalaman dan bahan-bahan kehidupan nyata di dalam PR dapat membantu
siswa untuk mengingat apa yang telah mereka pelajari di sekolah (Boers
dan Caspay, 1995).
Homework planners dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan ketrampilan organisasional. Homework planners
dapat berbentuk kalender kecil, di mana siswa harus mencatat PR apa
yang perlu mereka kerjakan dan kapan mereka harus menyelesaikannya.
Siswa pada awalnya perlu diajari tentang cara menggunakan homework planner, tetapi kelak mereka akan menganggapnya sebagai alat yang berguna. Penggunaan homework planners
dapat membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik,
dan penggunaan planner adalah praktik yang juga direkomendasikan untuk
bentuk-bentuk belajar mandiri lainnya.
Jika PR tidak diselesaikan,
konsekuensinya perlu dikaitkan secara langsung dengan misalnya
memerintahkan siswa yang bersangkutan untuk menyelesaikan PR selama
istirahat, memberikan nilai negat6if di dalam catatan perilakunya,
menguranngi sebagian hak istimewanya, dan lain-lain. Jika tidak ada
konsekuensi negatif untuk tidak menyelesaikan PR, siswa akan cepat
menganggapnya tidak serius, yang pada gilirannya akan menimbulkan
masalah endemik.
PR tidak harus berupa kegiatan soliter karena juga
mungkin dirancang sebagai tugas kooperatif. Bentuknya dapat berupa tugas
penelitian kooperatif atau tugas-tugas yang membutuhkan 2 oranng siswa
atau lebih yang bekerja sama untuk dapat menyelesaikannya. Seperti
halnya pekerjaan kooperatif secara umum, perlu dipastikan bahwa siswa
memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara
kooperatif. Jika hal ini terjadi, guru harus mengajarkan ketrampilan ini
lebih dahulu. Baik tujuan bersama maupun akuntabilitas individual sama
pentingnya untuk dapat menyelesaikan PR secara kooperatif.
Seperti
dikemukakan di atas, efektivitas PR tampaknya berbeda sesuai tingkat
pendidikan siswa. Selain itu, juga telah diketahui bahwa ketika umur
bertambah, tingkat konsentrasi dan kemampuan belajar mandiri anak juga
akan meningkat. Ini memunculkan pertanyaan tentang berapa banyak PR yang
mestinya diberikan kepada tingkat kelas yang berbeda.
Untuk
anak-anak yang lebih muda, PR yang terlalu banyak dapat merugikan karena
mereka sudah lelah ketika pulang dari sekolah, sehingga PR dapat
menjadi tekana ekstra bagi mereka. Jadi, di tingkat sekolah dasar,
sebagian peneliti mengadvokasikan untuk tidak memberikan PR, paling
tidak mengingat tidak ditemukannya fakta tentang efeknya pada prestasi
belajar. Meskipun demikian, ada argumen-argumen yang mendukung pemberian
PR, paling tidak beberapa, kepada siswa sekolah dasar. Argumen utamanya
adalah untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan belajar mandiri
dan membantu mereka mendapatkan sikap belajar dapat berlangsung di luar
maupun di dalam sekolah. Tetapi, jelas bahwa anak-anak yang masih kecil
mestinya tidak dibebani dengan terlalu banyak PR. Secara umum
direkomendasikan bahwa nak-anak mulai taman kanak-kanak sampai kelas 3
atau 4 sekolah dasar mestinya menghabiskan waktu paling banyak 20 menit
sehari untuk mengerjakan PR, dan tidak lebih dari 30-40 menit sehari
untuk kelas-kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar. Ini waktu yang
mestinya dianggap sebagai batas atas.
Ketika anak-anak beranjak ke
sekolah menengah, bukti tentang efek positif PR menjadi lebih kuat, dan
ada dukungan yang jelas untuk memberikan PR pada tingkat ini.
Perkembangan remaja memungkinkan lebih banyak waktu dihabiskan untuk
mengerjakan PR, dan ketika siswa bertambah umur, perkembangan
ketrampilan belajar mandiri menjadi lebih penting dibanding sebelumnya,
khususnya ketika mereka mulai memasuki pendidikan tinggi dan bekerja.
Dengan demikian, PR harian sampai dengan 90 menit per hari
direkomendasikan untuk siswa sekolah menengah.
Terlepas dari
perbedaan tentang banyaknya waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan PR,
PR untuk kelas-kelas yang berbeda juga memiliki bentuk yang berbeda.
Dengan bertambahnya umur siswa, tugas-tugas yang lebih kuat dapat
diberikan, termasuk menulis makalah tentang penelitian tertentu.
No comments:
Post a Comment