icon

icon
Selamat Datang Di blog Aku .

Saturday 3 December 2011

Manfaat PR untuk Siswa

PENGGUNAAN PR YANG EFEKTIF

Agar PR efektif sebagai alat belajar, ia perlu mengikuti sejumlah prinsip. Prinsip yang pertama, yang berlawanan dengan yang banyak dipraktikkan di kelas saat ini, adalah tidak menggunakan PR sebagai hukuman. Menggunakan PR sebagai hukuman akan membuat siswa membenci PR, dan PR tidak dilihat sebagai sebuah kegiatan belajar. Siswa akan mendapat kesan bahwa guru tidak menilai PR sebagai alat belajar, dan akan berusaha menyelesaikannya secepat mungkin dan dengan sikap acuh tak acuh. Sebagai cara untuk memotivasi siswa atau menambah jam belajar di luar sekolah, praktik semacam ini jelas dapat merugikan (Cooper, 1989).

Bahwa guru menganggap serius PR ditandai oleh siswa dengan melihat apakah gurunya memberikan feedback (umpan balik) terhadap PR yang telah atau tidak mereka kerjakan. PR seharusnya diberi nilai dan dikembalikan kepada siswa sesegera mungkin. PR mestinya selalu dikoreksi dengan baik, karena PR yang tidak dikoreksi dengan baik akan memberikan kesan kepada siswa bahwa yang penting adalah menyelesaikan tugasnya, tidak peduli bagaimana caranya. Ini jelas tidak mendorong mereka untuk berusaha menghasilkan pekerjaan yang benar dan berkualitas, dan oleh karenya tidak akan membantu belajar mereka. Salah satu cara untuk menghemat waktu untuk menilai PR adalah dengan meminta siswa mengoreksi PR kawannya. Karena siswa biasanya diminta menyelesaikan PR dalam batas waktu tertentu., maka memberi nilai dan mengembalikan PR dengan cepat akan memberikan contoh yang baik dan tidak memberikan kesan kepada siswa bahwa untuk guru dan siswa berlaku aturan yang berbeda. Salah satu temuan dari tinjauan Cooper (1989) adalah bahwa PR yang diperiksa memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap prestasi siswa dibanding PR yang tidak diperiksa.Ornstein (1994) mengatakan bahwa lebih baik memberikan PR dalam jumlah lebih sedikit tapi mengoreksinya dari pada memberikan lebih banyak PR tetapi tidak pernah dikoreksi. Cooper (1989) berpendapat bahwa umpan balik terhadap PR seharusnya berisi umpan balik instruksional dari pada nilai semata-mata. Ini disebabkan karena dengan hanya memberi nilai pada PR dapat membuat siswa kehilangan motivasi intrinsik untuk mengerjakan PRya dan membuat mereka mengerjakannya hanya karena takut mendapat nilai buruk.PR yang dikoreksi juga memberikan umpan balik yang membantu guru tentang kemajuan siswa dalam mata pelajaran yang dimaksud. Salah satu cara meningkatkan kegunaan PR sebagai alat umpan balik bagi guru adalah dengan menetapkan sebelumnya berapa lama ia berharap agar PR itu akan diselesaikan. Siswa kemudian dapat diminta menulis di dalam lembar PR, berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk menyelesaikan setiap PR. Bila waktunya terlalu panjang, ini dapat menjdai indikasi bahwa siswa itu mengalami kesulitan dalam memahami topik tertentu.
Agar efektif, PR mestinya diintegrasikan dengan pelajaran atau topik yang dikaji. Salah satu cara untuk itu adalah dengan mereviu PR pada awal pelajaran. Bila dikerjakan secara rutin, ini akan memastikan bahwa PR dilihat sebagai bagian integral pelajaran dan mungkin juga merupakan cara yang baik untuk menghubungkan pelajaran sebelumnya dengan pelajaran yang saat ini diberikan.
Meskipun mempraktikkan berbagai ketrampilan selama mengerjakan PR mungkin perlu, penelitian menunjukkan bahwa PR paling efektif bila menguatkan ide-ide utama kurikulum (Black, 1997). PR mestinya bersifat menantang, tetapi siswa mestinya mampu menyelesaikannya dengan sukses. PR tidak boleh menimbulkan kebingungan atau frustasi. Menuruit Cooper, hampir semua siswa mestinya mampu mengerjakan PRnya dengan sukses, sehingga PR tidak untuk digunakan sebagai cara untuk menguji siswa. Salah satu cara untuk mencapai hal ini, yang juga dapat membantu mengatasi beberapa masalah yang terlibat dalam mengajar siswa yang heterogen, adalah dengan mengindividualisasikan PR, disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa di dalam mata pelajaran tersebut.
Salah satu cara untuk membuat PR lebih relevan dengan siswa adalah dengan menghubungkan antara apa yang telah mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari mereka, misalnya dengan memanfaatkan TV guides untuk membantu mereka belajar tentang waktu, dengan mengukur kamar mereka dan memperkirakan berapa banyak cat yang dibutuhkan uuntuk mencat kamarnya dan berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk itu, atau dengan mewawancarai anggota keluarganya untuk belajar tentang sejarah lokal atau kebiasaan penggunaan media. Mempersiapkan topik-topik baru dengan meminta siswa membawa bahan-bahan yang telah mereka kumpulkan, misalnya macam-macam daun untuk pelajaran biologi, juga dapat membantu mencapai tujuan ini. Meneliti sesuatu di internet juga dapat menjadi tugas yang berguna dan sekaligus menyenangkan, meskipun sekolah perlu menyediakan fasilitas untuk siswa yang tidak memiliki komputer atau akses internet di rumah. Terlepas dari upaya meningkatkan relevansi PR, penggunaan pengalaman dan bahan-bahan kehidupan nyata di dalam PR dapat membantu siswa untuk mengingat apa yang telah mereka pelajari di sekolah (Boers dan Caspay, 1995).
Homework planners dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan ketrampilan organisasional. Homework planners dapat berbentuk kalender kecil, di mana siswa harus mencatat PR apa yang perlu mereka kerjakan dan kapan mereka harus menyelesaikannya. Siswa pada awalnya perlu diajari tentang cara menggunakan homework planner, tetapi kelak mereka akan menganggapnya sebagai alat yang berguna. Penggunaan homework planners dapat membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, dan penggunaan planner adalah praktik yang juga direkomendasikan untuk bentuk-bentuk belajar mandiri lainnya.
Jika PR tidak diselesaikan, konsekuensinya perlu dikaitkan secara langsung dengan misalnya memerintahkan siswa yang bersangkutan untuk menyelesaikan PR selama istirahat, memberikan nilai negat6if di dalam catatan perilakunya, menguranngi sebagian hak istimewanya, dan lain-lain. Jika tidak ada konsekuensi negatif untuk tidak menyelesaikan PR, siswa akan cepat menganggapnya tidak serius, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah endemik.
PR tidak harus berupa kegiatan soliter karena juga mungkin dirancang sebagai tugas kooperatif. Bentuknya dapat berupa tugas penelitian kooperatif atau tugas-tugas yang membutuhkan 2 oranng siswa atau lebih yang bekerja sama untuk dapat menyelesaikannya. Seperti halnya pekerjaan kooperatif secara umum, perlu dipastikan bahwa siswa memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara kooperatif. Jika hal ini terjadi, guru harus mengajarkan ketrampilan ini lebih dahulu. Baik tujuan bersama maupun akuntabilitas individual sama pentingnya untuk dapat menyelesaikan PR secara kooperatif.
Seperti dikemukakan di atas, efektivitas PR tampaknya berbeda sesuai tingkat pendidikan siswa. Selain itu, juga telah diketahui bahwa ketika umur bertambah, tingkat konsentrasi dan kemampuan belajar mandiri anak juga akan meningkat. Ini memunculkan pertanyaan tentang berapa banyak PR yang mestinya diberikan kepada tingkat kelas yang berbeda.
Untuk anak-anak yang lebih muda, PR yang terlalu banyak dapat merugikan karena mereka sudah lelah ketika pulang dari sekolah, sehingga PR dapat menjadi tekana ekstra bagi mereka. Jadi, di tingkat sekolah dasar, sebagian peneliti mengadvokasikan untuk tidak memberikan PR, paling tidak mengingat tidak ditemukannya fakta tentang efeknya pada prestasi belajar. Meskipun demikian, ada argumen-argumen yang mendukung pemberian PR, paling tidak beberapa, kepada siswa sekolah dasar. Argumen utamanya adalah untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan belajar mandiri dan membantu mereka mendapatkan sikap belajar dapat berlangsung di luar maupun di dalam sekolah. Tetapi, jelas bahwa anak-anak yang masih kecil mestinya tidak dibebani dengan terlalu banyak PR. Secara umum direkomendasikan bahwa nak-anak mulai taman kanak-kanak sampai kelas 3 atau 4 sekolah dasar mestinya menghabiskan waktu paling banyak 20 menit sehari untuk mengerjakan PR, dan tidak lebih dari 30-40 menit sehari untuk kelas-kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar. Ini waktu yang mestinya dianggap sebagai batas atas.
Ketika anak-anak beranjak ke sekolah menengah, bukti tentang efek positif PR menjadi lebih kuat, dan ada dukungan yang jelas untuk memberikan PR pada tingkat ini. Perkembangan remaja memungkinkan lebih banyak waktu dihabiskan untuk mengerjakan PR, dan ketika siswa bertambah umur, perkembangan ketrampilan belajar mandiri menjadi lebih penting dibanding sebelumnya, khususnya ketika mereka mulai memasuki pendidikan tinggi dan bekerja. Dengan demikian, PR harian sampai dengan 90 menit per hari direkomendasikan untuk siswa sekolah menengah.
Terlepas dari perbedaan tentang banyaknya waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan PR, PR untuk kelas-kelas yang berbeda juga memiliki bentuk yang berbeda. Dengan bertambahnya umur siswa, tugas-tugas yang lebih kuat dapat diberikan, termasuk menulis makalah tentang penelitian tertentu.

No comments:

Post a Comment